Buncis merupakan seni pertunjukan
yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di kecamatan Cisayong Kabupaten
Tasikmalaya JawaBarat. Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian
yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan
sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan
masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama.
Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan
padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan
dengan itu tempattempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang
dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih
praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung
dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya
digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.
Nama kesenian buncis berkaitan dengan
sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu "cis kacang
buncis nyengcle ... ", dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis,
sehingga kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen yang digunakan dalam
kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas,
2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1
talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah
dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan
lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung.
Lagu-lagu buncis di antaranya:
Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum.
Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan
penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk
menyanyi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar